Suasana rapat Banggar DPRD Kota Padang bersama Dinas Perdagangan

Padang - Minim realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Padang dicerca anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Padang saat rapat pembahasan LKPJ APBD 2019 bersama Dinas Perdagangan, Selasa (9/6).

Menurut Banggar DPRD Kota Padang, minim PAD di Disdag tidak sebanding dengan realisasi belanja sangat tinggi.

Dipertanyakan anggota Banggar Helmi Moesim, dari data yang disampaikan Kepala Disdag Andree Algamar, realisasi belanja di Disdag mencapai 98 persen, sementara realisasi PAD hanya dikisaran 26 persen.

"Itu artinya kepala OPD hanya bisa menghabiskan uang namun tak pandai mencarinya kembali. Ibarat anak-anak, pandainya hanya belanja, tapi belum bisa menghasilkan uang," ujar Helmi Moesim tegas.

Harusnya, kata Helmi, kepala OPD bisa mengejar target yang telah ditetapkan bersama dengan DPRD.

Menurut anggota Banggar lainnya Elly Thrisyanti menyatakan penetapan target PAD di satu dinas bukan asal letakkan saja, namun harus ada kajian sesuai potensi yang ada.

"Bagaimana kajiannya kalau ternyata dari target Rp20 miliar hanya bisa direalisasikan 26 persen atau sekitar Rp5,5 miliar saja," katanya.

Kepala Disdag Kota Padang, Andree Algamar dalam kesempatan tersebut mengatakan, berdasarkan tupoksinya dalam sektor perdagangan, Disdag Kota Padang pada tahun 2019 dalam pelaksanaan program dan kegiatan APBD, pihaknya mendapatkan dukungan anggaran sebesar Rp47,132 miliar 

Terkait realisasi PAD, dia menjelaskan berdasarkan Perda nomor 1 tahun 2016 tentang retribusi jasa umum, yakni retribusi pasar, retribusi pelayanan tera/tera ulang, retribusi izin jualan tempat penjualan minuman beralkohol dan hotel bintang tiga, empat, dan lima, dan PAD lain-lain yang sah. 

"Pada tahun 2019, Disdag Kota Padang ditargetkan penerimaan PAD sebesar Rp20,7 miliar dan yang terealisasi sebesar Rp5,57 miliar atau 26,91 persen," jelasnya. 

Andre menyampaikan, permasalahan yang ditemukan di lapangan dengan tidak tercapainya target realisasi adalah pertama, kesadaran para pedagang tentang penataan pedagang belum sesuai harapan, permintaan terhadap bahan bakar minyak (BBM) di SPBU melebihi kuota yang ada.

"Kemudian permasalahan yang ditemukan lainnya adalah permintaan terhadap gas 3 kilogram di masyarakat juga melebihi kuota yang ada," ujarnya. 

Untuk mengatasi permasalah tersebut perlu beberapa solusi seperti diperlukan Perda sanksi yang diberikan kepada konsumen atau pembeli di daerah terlarang, adanya transparansi dari Pertamina tentang kuota BBM, dan penambahan kuota untuk Pertamina dan gas 3 kilogram.

Selain itu, juga ada penetapan target pada objek yang belum ada atau dibangun seperti royalti di beberapa pasar.

"Demikian pula dengan pungutan retribusi di jalan umum terhadap PKL dan pedagang kuliner malam. Payung hukumnya belum ada sehingga belum bisa dilakukan pemungutan. Kalau tetap dilakulan, sama dengan pungli," katanya. (Arman/Bm)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top