Pembahasan Pansus II terkait Perda Trantibum berjalan alot |
Padang - Pansus II DPRD Kota Padang hearing bersama Sat POL PP, Dinas Sosial, DPUPR, Dishub, Disbudpar, DisDag, DPMPTSP dan Bidang Hukum membahas Perda usulan Pemko Padang terkait Ketentraman dan Ketertiban Umum, Rabu (5/2).
Hadir pada hearing, Ketua Pansus II Budi Syahrial, Wakil Ketua Miswar Jambak, Anggota, Edmon, Rafdi, Boby Rustam, Amran Tono serta Kepala Dinas Terkait dan perwakilan dinas.
Usai hearing, Ketua Pansus II Budi Syahrial kepada wartawan menyebutkan, sejak awal perda ini dilahirkan, semangatnya patut kita pujikan. Tapi, akan ada persoalan kalau perda ini disahkan, sebab Pol PP itu bukan lembaga supermen yang cenderung menindak sendiri, namun lembaga yang sifatnya beck up dan koordinasi.
"Nah, kalau semua persoalan di kota ini diserahkan ke Pol PP, yang langsung melakukan tindakan, tanpa ada pertimbangan dan koordinasi dari OPD terkait, itu tidak benar juga," katanya.
Misalnya, sebut Budi, penertipan jalan, kalau tidak ada laporan dari Dinas Perhubungan merekomendasikan untuk diminta di beck up oleh Sat Pol PP untuk di tertibkan, tentu tidak bisa pula Sat Pol PP melaksanakan penertiban.
"Justru perda ini disahkan, menjadikan Sat Pol PP seperti supermen. Ada tidak ada instansi terkait untuk permintaan permohonan beck up, Sat Pol PP bisa menertibkan saja. Nah ini yang menjadi persoalan," ujarnya.
Budi bahkan merasa geli, ada yang ke bablasan dari usulan perda ini, persoalan narkotika juga menjadi kewenangan Sat Pol PP, ini yang kita coret dan itu tidak masuk akal, karena sudah ada undang-undangnya.
"Kalau seperti ini lebih baik orang yang terkena narkotika mengambil perda ini saja, hukumannya cuma 3 bulan kurungan. Maka perlu kita hati-hati, ini agak lama pembahasannya, karena kalau perdanya ditetapkan akan menimbulkan masalah," kata Keder Gerindra ini.
Ditambahkan Budi, perda usulan ini waria akan ditangkap, waria seperti apa yang akan ditangkap, kalau dia tidak melakukan pelanggaran, tidak mengganggu ketentraman masyarakat apakah bisa ditangkap begitu saja.
Sementara perda seperti ini di beberapa daerah, di kota kota lain, di provinsi lain, itu digugat (yudisial review) ke mahkama agung, karena melanggar Hak Azazi Manusia (HAM). Makanya pembahasan menghabiskan waktu dari pagi sampai sore dan selama beberapa hari ini.
"Agar perda yang dilahirkan tidak terlalu banyak fiksi ditengah-tengah masyarakat. Dan bisa diberlakukan efektif, karena ini pembuatan perda baru dan pembatalan perda ketentraman dan ketertiban yang lama," pungkas Budi Syahrial. (Arman)