Ketua Komisi IV DPRD Padang H.Maidestal Hari Mahesa 
Ekspos Sumbar (PADANG) - Ketua Komisi IV DPRD Padang Maidestal Hari Mahesa sangat kecewa atas statmen pribadi Zaharman anggota DPRD Kota Padang dari Fraksi Hanura yang mengatakan menggunakan hak angket itu tidaklah sembarangan dan ada tempat-tempatnya. Apalagi dalam hal persoalan Baznas, itu merupakan sebuah kekiliruan.

Maidestal Hari Mahesa mengatakan , Zaharman bukan anggota Komisi IV sehingga tidak mengetahui apa-apa. Zaharman tidak mengerti dan bukan anggota Komisi IV, sementara yang hadir pada saat hearing dengan Baznas ialah Osman Ayub, yang merupakan perpanjangan tangan dari fraksinya ," ujar Esa, Kamis (3/4)

"Ia mengatakan , ini menyangkut kemaslahatan umat, dana umat. Persoalan angket itu diusulkan anggota Komisi IV. Yang mengusulkan hak angket adalah Osman Ayub dari Komisi IV perwakilan dan perpanjangan tangan dari fraksinya sendiri dari Fraksi Hanura. Nah ini kok bisanya ada ungkapan seperti itu ,"ungkap Ketua DPC PPP Kota Padang ini. 

Sebelumnya diberitakan, menurut Zaharman dalam statmen nya menyampaikan, menggunakan hak angket itu tidaklah sembarangan dan ada tempat-tempatnya. Apalagi dalam hal persoalan Baznas, itu merupakan sebuah kekiliruan.

”Saya di sini bukan untuk membela siapa-siapa. Akan tetapi secara pribadi saya tidak sependapat dengan adanya anggota dewan yang akan membuat hak angket dalam persoalan Baznas. Menurut saya itu tidak benar, sebab, Baznas bukan OPD atau lembaga yang mengelola uang Negara,” kata Zaharman.

Terkait dengan alasannya pihak Baznas tidak mau lagi melanjutkan hearing dengan anggota Komisi IV DPRD Kota Padang, karena berdasarkan PP dan undang-undang tentang pengelolaan zakat, menurutnya itu adalah hak dari pengurus Baznas. Sebab  tidak ada kewajiban bagi  Baznas untuk melaporkan ke uangannya ke DPRD.

Menurutnya,  wajar saja jika Baznas merasa berhak untuk tidak mau memberikan penjelasan kepada DPRD, sebab, DPRD bukanlah lembaga audit yang bisa seenaknya memeriksa terhadap laporan keuangan Baznas.

Apalagi, lanjutnya,  dengan adanya PP maupun undang- undang republik Indonesia nomor 23 tahun 2011, tentang pengelolaan zakat,  tentu aturan itu lebih tinggi dibandingkan dengan  perda nomor  2 tahun 2010  tentang Pengelolaan Zakat. Sampai sekarang, Perda itu memang masih berlaku,  namun karena ada aturan yang lebih tinggi tentu Perda harus tunduk pada aturan yang lebih tinggi.

“Dulu namanya Bazda,  dengan UU  baru tersebut berobah menjadi Baznas. Seharusnya perda nomor  2 tahun 2010 itu direvisi dulu dan disesuaikan dengan Undang-undang yang baru, sehingga singkron,” jelasnya.

Selain itu, dia juga sependapat jika Baznas Kota Padang itu hanya memberikan laporan pada Walikota, atau Baznas Provinsi. Sebab, yang mengangkat mereka adalah walikota.  “Sementara melaporkan ke DPRD itu, saya rasa sampai saat ini belum ada aturan yang mengikat,” tambahnya. (BI).

 
Top